BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah / penyimpangan etik
sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap
nilai. Arus kesejagatan ini tidak dapat dibendung,pasti akan mempengaruhi
pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan
terjadi di dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,bidan yang
bekerja di rumah sakit, rumah bersalin atau institusi lainnya ada di bawah
perlindungan institusinya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab yang
lebih besar karena harus mempertanggung jawabkan sendiri apa yang dilakukan.
Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol
dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan etik.
Sebagai calon bidan yang ahli dan
professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk
mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang
yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau
agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita
menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus
malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan
kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa
marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau
pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah
sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari
tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada
yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah
sekedar kelalaian (human error) dari seorang bidan / dokter. Sejauh ini di
negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa
mengatur kesalahan profesi.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering terjadi
di Indonesia. Dalam beberapa decade terakhir ini istilah malpraktik cukup
terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya malpraktik kebidanan
antara bidan dan pasien. Melihat
fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu
kasus malpraktik di Sulawesi Selatan, tepatnya di kota Pinrang.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan Etik dan Kode Etik Kebidanan
2. Menjelaskan pengertian standar dan mutu pelayanan kebidanan
3. Menjelaskan pengertian malpraktik
4. Menjelaskan jenis-jenis malpraktek
5. Menjelaskan sanksi hukum
6. Menjelaskan masalah kesenjangan antara bidan dan pasien
7. Memberikan pemecahan masalah
8. Memberikan pembahasan
dengan menggabungkan antara teori dan realita
C. RUMUSAN MASALAH
a.
Menjelaskan etik dan kode etik kebidanan
b.
Jelaskan pengertian standar dan mutu pelayanan
kebidanan ?
c. Jelaskan pengertian malpraktik ?
d. Jelaskan jenis-jenis malpraktek ?
e. Jelaskan apa saja sanksi hukum ?
f. Jelaskan masalah kesenjangan antara bidan dan pasien
?
g. Berikan
penjelasan mengenai pemecahan masalah tersebut ?
h. Memberikan pembahasan
dengan menggabungkan antara teori dan realita ?
i.
Ide /Saran dan kritik
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka Teori
1. Etika Dan Kode Etik Kebidanan
Etika
berasal dari Bahasa Yunani dari kata Ethos yang berarti kebiasaan-kebiasaan
atau tingkah laku manusia. Dalam Bahasa Inggris disebut Ethis yang mempunyai
pengertian sebagai ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni
tindakan yang tepat, yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral
pada umumnya.
Kode Etik
adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut
berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larang-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang
apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota
profesi, tidak saja dalam melaksanakan tugas profesinya,melainkan juga
menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam
masyarakat.
Kode Etik
Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan
tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan
dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat,profesi dan dirinya.
Tujuan kode
etik yaitu untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota
profesi dan meningkatkan mutu profesi.
2. STANDAR DAN
MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
a. Standar
Pelayanan Kebidanan
Standar
adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang
digunakan sebagai batas penerimaan minimal. Standar Pelayanan Kebidanan
digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan
praktik sehari-hari.
Standar
profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus digunakan oleh tenaga
kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik ( UU
Kesehatan RI NO.36 tahumn 2009 ). Manfaat standar pelayanan kebidanan adalah menilai
mutu pelayanan, menyusun rencana diklat bidan dan mengembangkan kurikulum
pendidikan bidan.
b.
Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan dengan berlandaskan pada dua aspek. (1) menimbulkan
kepuasan pelanggan ( pasien / klien ) sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata
pelanggan, (2) tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan etika
profesi yang telah ditetapkan.
c.
Alasan
Pentingnya Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan
Alasan
pentingnya mutu dalam pelayanan kesehatan : mutu adalah hak setiap orang,
dengan mutu membantu pasien mencapai hasil yang optimal, dan dengan mutu dapat
membantu melindungi tenaga kesehatan ( bidan ) dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
3.
Pengertian Malpraktik
Malpraktek
merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti
“pelaksanaan atau tindakan yang salah”.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi
kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang
salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Malpraktik
adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/bidan pada waktu
melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak
berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau
dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama
(Berkhouwer & Vorsman, 1950).
Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter
atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya
norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi
termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab
itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur
atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut
pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice.
4.
Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk
malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yakni :
a.
Criminal malpractice
Perbuatan
seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
·
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela
·
Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa
kesengajaan, kecerobohan
·
Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa
indikasi medis pasal 299 KUHP)
·
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent
·
Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien. Pertanggung
jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b.
Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila
tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat
dikategorikan civil malpractice antara lain:
·
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
·
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi terlambat melakukannya
·
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna
·
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius
liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan)
selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c.
Administrative malpractice
Tenaga bidan
dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga bidan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan
untuk menjalankan profesinya ( Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek) batas kewenangan serta kewajiban tenaga
bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
5. Sanksi Hukum
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
900/MeNKESE/SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik bidan pasal 42
mengatakan :
Bidan yang denga sengaja :
a.
Melakukan praktik kebidanan tampa mendapat pengakuan /
adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan / atau :
b.
Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 :
c. Melakukan
praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 35 peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 35, berbunyi :
1.
Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a.
Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam izin praktik
b.
Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi.
2.
Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan
darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga
kesehatan dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.
Pasal 36, berbunyi :
1.
Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat
memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap keputusan ini.
2.
Peringatan lisan atau tertulis sebagiaman dimaksud pada
ayat 1 diberikan paling banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak
diindahkan kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat mencabut SIPB bidan
yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan
celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang
berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun". Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi
: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun”. “ Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam
bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah “.
B. Masalah Kesenjangan Antara
Bidan Dan Pasien
Berikut adalah kasus yang terjadi di
Pinrang, Sulawesi Selatan. Pada hari Kamis, 10 Agustus 2006. Kasus tersebut
bertema :
“ SUNGSANG,
LAHIR KEPALA PUTUS “
Batu Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda
Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat
menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39 tahun tersebut
terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu
lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya
tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40 tahun sangat sedih dan
terpuruk..Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir
dengan cara yang sangat memprihatinkan.
Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis tebal tersebut menjelaskan,
istrinya Selasa sore mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda
melahirkan, Muhaimin membawa istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak
terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia
pulang untuk shalat. Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum
peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan melahirkan
normal dan tidak punya firasat apa-apa.
Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai. Pasalnya, Nunuk masih
terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan pulas. Kemungkinan,
pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius malam harinya.
Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika melihat bayinya tanpa kepala
dengan ceceran darah di leher. Dia merasa antara percaya dan tidak melihat
kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa melihat anaknya ketika badan dan kepalanya
disatukan. Menurut dia, bayi itu sangat mungil dan cantik, kulitnya masih
merah, dan rambutnya ikal. Muhaimin lalu mencium dan mengusap bayinya sambil
menangis.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga
menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia
tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa
ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah
sosok bidan yang berpengalaman dan senior yang sudah berusia 60 tahun. Dia
sudah praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget
mendengar kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi
Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu.
Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas
kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan
demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. Dan suami
korban meminta kepada polisi agar segera mengusut kasus ini bahkan meminta agar
izin praktek bidan tersebut dicabut dan di hukum seadil-adilnya.
C. Pemecahan Masalah
Bagi keluarga korban yang akan
melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan sebagai terdakwa yang telah melakukan ciminal
malpractice, harusnya dapat membuktikan apakah perbuatan tenaga bidan
tersebut telah memenuhi unsur tidak pidana yakni :
1.
Apakah perbuatan (positif act atau negatif
act) merupakan perbuatan yang tercela. Berdasarkan kasus di atas,
bidan Linda Handayani hanya berniat untuk menolong, namun pada pertolongan
kasus ini bukanlah kewenangan bidan, melainkan kewenangan dokter obgyn.
2.
Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin
(mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan
kasus di atas masih kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur sengaja
atau tidak sengaja. Jadi bidan tersebut hendaknya menjelaskan pada proses
keadilan tentang hal sebenarnya. Selanjutnya apabila keluarga menuduh
bidan tersebut telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal
dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun
kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal
malpractice yang bersifat negligence (lalai) pembuktianya
dapat dilakukan dengan :
1. Cara
langsung : Membuktikan
adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4D yakni :
a.
Duty (kewajiban) : Dalam hubungan
perjanjian bidan Linda Handayani dengan pasien Nunuk Rahayu, bidan Linda
Handayani haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak
secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi, sudah ada informed
consent. Berdasarkan point – point di atas penggugat harus mengkaji
lebih lanjut untuk didapatkan bukti yang jelas apakah bidan Linda
Handayani telah memenuhi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang bidan
atau tidak.
b.
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang
tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan menyimpang dari apa yang seharusnya
atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya,
maka tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus diatas bidan
Handayani telah memenuhi point ini, menolong persalinan sungsang bukanlah
kewenangan dari bidan sehingga melalui point ini bidan Handayani dapat
dipersalahkan/digunakan sebagai berkas tuntutan dari keluarga ke bidan
Handayani.
c.
Direct Causation (penyebab langsung)
d.
Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)
yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif
tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga bidan. Berdasarkan teori ini yang
dihubungkan dengan kasus maka, hasil negative dari kasus ini yang berupa
putusnya leher bayi dan meninggalnya bayi tidak dapat digunakan langsung
sebagai dasar menyalahkan bidan Handayani, perlu dilakukan pengkajian oleh
penggugat mengenai hubungan langsung antara penyebab dan kerugian yang diderita
oleh penggugat (keluarga ibu Nunuk) untuk didapatkan bukti yang jelas untuk
pengajuan tuntutan.
2.
Cara tidak langsung
Cara tidak
langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan bidan (doktrin
res ipsa loquitur). Dalam kasus ini hasil layanan bidan adalah putusnya
leher bayi dari ibu Nunuk. Dalam hal ini
dadapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria: fakta tidak
mungkin ada/terjadi apabila tenaga bidan tidak lalai, fakta itu terjadi memang
berada dalam tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi
dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
Bagi bidan
yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas tuduhan kepada bidan yang
merupakan criminal malpractice adalah :
1.
Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada
doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi
bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau
mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana
disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan. Dalam informal defence ini
hendaknya bidan Handayani menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, apakah
itu merupakan kesengajaan, atau resiko medik atau hal-hal yang lain.
2.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan
mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan
bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Dalam informal
defence ini hendaknya bidan Handayani menjelaskan, apakah hal ini merupakan
pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani dapay membebaskan diri atau tidak
dalam pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani harus memperjelas apa yang
terjadi sebenarnya sehingga layak untuk mendapat hukuman atau tidak.
3.
Tidak menjanjikan
atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk
daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4.
Sebelum melakukan
intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5.
Mencatat semua
tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6.
Apabila terjadi
keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7.
Memperlakukan pasien
secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya
D. PEMBAHASAN
Pelayanan
yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Pelayanan
yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar merupakan
tingakat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal. Standard pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan
tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran
dari system pelayanan kesehatan.
Seorang bidan
atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melakukan profesinya menurut
ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan
segala ilmu dan keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan
demikian, seorang bidan yang memberikan pelayanan di bawah standar merupakan
suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah
merupakan suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan
standard, kode etik profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun
akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu
pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka kasus
diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh karena kurangnya
pegetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran sehingga
menyebabkan bidan yang ditindak menerima
hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan masyarakat umum
tentang etika kebidanan sangat terbatas sehingga kadang-kadang terjadi ada
kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan sebelum ditangani
Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau Majelis Pembinaan dan
Pengawasan Etika Pelayanan Medis ( MP2EPM ). Namun bila pelanggaran etika tidak
murni, dibahas dulu di Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau
Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis ( MP2EPM sebelum
diteruskan kepada penyidik. Jadi awalnya penanganan kasus-kasus tersebut tidak
perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang
terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada saat proses persalinan merupakan
kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (bidan) sehingga
menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang dialami oleh sang buah
hatinya yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga
korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak
lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat
ijin prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan
melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan oleh ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan
khusus menangani yang sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian yang diakibatkan
oleh kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang berbunyi: “Setiap orang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
E. Kritik dan Saran
1.
Kritik
Seperti yang kita dengar bahwa bidan tersebut yang menjadi tersangka
boleh dikatakaan sudah sangat senior dan berpengalaman dalam memberikan
pelayanan apalagi sudah bekerja begitu lama di lahan. Akan tetapi, walaupun
demikian tidak memberikan jaminan bahwa bidan tersebut sudah kompoten. Karna
walaupun sudah sangat berpengalaman namun tidak hati-hati dalam artian ceroboh
dalam menangani pasien tentunya akan tetap dikenai yang namanya malpraktik atau
dalam hal ini tidak bekerja sesuai standar kebidanan.
Karna harusnya bidan tersebut dari awal anamnesa sudah harus tahu
komplikasi yang akan terjadi pada saat persalinan nantinya pada ibu dan
bayi, misalnya pada kasus ini mungkin
saja ibunya mengalami panggul sempit sehingga bayinya tidak bisa lahir normal,
oleh karena itu harus segera dirujuk atau ditangani lebih dini. Apalagi dalam
kasus ini seperti yang kita lihat bayi mengalami distosia bahu. Dan sudah sangat
jelas bahwa hal ini sudah bukan wewenang seorang bidan.
Hal ini sudah patologi dan dianggap malpraktik apabila bidan melakukan
tindakan yang bukan wewenangnya. Sehingga, dalam kasus ini karena kecerobohan
bidan menyebabkan keluarga pasien menuntut dalam hal ini terjadi ketidakpuasan
dalam mutu pelayanan kebidanan dan tentunya melanggar kode etik kebidanan.
2.
Saran
-
Sebagai tenaga kesehatan
tentunya sebelum kita terjun ke masyrakat kita harus membekali diri kita dengan
pengetahuan dan keterampilan. Dan tidak berhenti untuk selalu mengupdate
info-info terbaru tentang kebidanan. Dan terus mengembangkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
-
Dalam memberikan pelayanan
kita harus bekerja sesuai dengan kode etik kebidanan dan standar asuhan
kebidanan sehingga akan tercipta mutu dalam pelayanan.
-
Kita tidak boleh terlalu
sombong dengan mengganggap diri sudah sangat kompoten karena hal demikian akan
terkadang membuat kita terjatuh. Jadi intinya, kita tetap harus berhati-hati,
tidak ceroboh dan berusaha untk terus melakukan yang terbaik
-
Terakhir, kita adalah
seorang bidan, dimana bidan adalah yang paling dekat dengan perempuan. Oleh
karena itu, kita harus bekerja dengan hati nurani penuh kasih sayang. Dan
memberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien.
-
Dan jangan lupa unuk selalu
melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Seorang bidan harus berhati-hati
dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan
yang di berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh
karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga
kita mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas Bidan harus
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya
sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
Selain itu, perlu dipahami bahwa bidan tidak
diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan menolong persalinan letak sungsang
karena secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi seorang bidan tidak
mempunyai kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan patologis. Bidan
tidak mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan letak sungsang karena
risiko yang ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan,
terutama tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman.
Dalam kasus tertentu, pasien tidak memperoleh
hak secara utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena
kelalaian / kesalahan diagnosis bidan sehingga pasien tidak bisa menentukan
atau menolak pelayanaan apa yang sebaiknya diperolehnya. Seorang bidan apabila
melakukan pertolongan persalinan letak sungsang akan memperoleh sangsi hukum
sesuai Undang-Undang kesehatan yang dilanggar serta sangsi Administratif
tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi Kebidanan.
B.
SARAN
§ Marilah kita jadikan kasus ini sebagai pelajaran bagi
kita sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan karena profesi kita sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dan nyawa mereka ada di tangan kita.
§ Dan ketika kita melakukan suatu tindakan sekecil
apapun itu kita tetap harus mengikut standar profesi kita yang telah
ditentukan. Karena memberikan pelayanan kesehatan kepada masyrakat akan
menghasilkan mutu sesuai kebutuhan pasien dan melindung kita dari hal yang
tidak diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar