Sabtu, 07 Maret 2015

Malpraktek Dalam Mutu Pelayanan Kebidanan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah / penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini tidak dapat dibendung,pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi di dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,bidan yang bekerja di rumah sakit, rumah bersalin atau institusi lainnya ada di bawah perlindungan institusinya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena harus mempertanggung jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi  PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari seorang bidan / dokter. Sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering terjadi di Indonesia. Dalam beberapa decade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya malpraktik kebidanan antara bidan dan pasien. Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Sulawesi Selatan, tepatnya di kota Pinrang.
B.     TUJUAN PENULISAN
1.      Menjelaskan Etik dan Kode Etik Kebidanan
2.      Menjelaskan pengertian standar dan mutu pelayanan kebidanan
3.      Menjelaskan pengertian malpraktik
4.      Menjelaskan jenis-jenis malpraktek
5.      Menjelaskan sanksi hukum
6.      Menjelaskan masalah kesenjangan antara bidan dan pasien
7.      Memberikan pemecahan masalah
8.      Memberikan pembahasan dengan menggabungkan antara teori dan realita
C.    RUMUSAN MASALAH
a.       Menjelaskan etik dan kode etik kebidanan
b.      Jelaskan  pengertian standar dan mutu pelayanan kebidanan ?
c.       Jelaskan pengertian malpraktik ?
d.      Jelaskan jenis-jenis malpraktek ?
e.       Jelaskan apa saja sanksi hukum  ?
f.       Jelaskan masalah kesenjangan antara bidan dan pasien ?
g.      Berikan penjelasan mengenai pemecahan masalah tersebut ?
h.      Memberikan pembahasan dengan menggabungkan antara teori dan realita ?
i.        Ide /Saran dan kritik



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Pustaka Teori
1.      Etika Dan Kode Etik Kebidanan
Etika berasal dari Bahasa Yunani dari kata Ethos yang berarti kebiasaan-kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam Bahasa Inggris disebut Ethis yang mempunyai pengertian sebagai ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat, yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Kode Etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larang-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam melaksanakan tugas profesinya,melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode Etik Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat,profesi dan dirinya.
Tujuan kode etik yaitu untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan meningkatkan mutu profesi.


2.      STANDAR DAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
a.      Standar Pelayanan Kebidanan
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan minimal. Standar Pelayanan Kebidanan digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktik sehari-hari.
Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus digunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik ( UU Kesehatan RI NO.36 tahumn 2009 ). Manfaat standar pelayanan kebidanan adalah menilai mutu pelayanan, menyusun rencana diklat bidan dan mengembangkan kurikulum pendidikan bidan.
b.      Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan berlandaskan pada dua aspek. (1) menimbulkan kepuasan pelanggan ( pasien / klien ) sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata pelanggan, (2) tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan etika profesi yang telah ditetapkan.
c.       Alasan Pentingnya Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan
Alasan pentingnya mutu dalam pelayanan kesehatan : mutu adalah hak setiap orang, dengan mutu membantu pasien mencapai hasil yang optimal, dan dengan mutu dapat membantu melindungi tenaga kesehatan ( bidan ) dari hal-hal yang tidak diinginkan.

3.      Pengertian Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/bidan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
4.      Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
a.       Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
·         Perbuatan tersebut  merupakan perbuatan tercela
·         Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan, kecerobohan
·         Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP)
·         Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent
·         Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b.      Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
·         Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
·         Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya
·         Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
·         Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c.       Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya ( Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek)  batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
5.      Sanksi Hukum
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MeNKESE/SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik bidan pasal 42 mengatakan :
 Bidan yang denga sengaja  :
a.       Melakukan praktik kebidanan tampa mendapat pengakuan / adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan / atau :
b.      Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 :
c.       Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 35, berbunyi :
1.      Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a.       Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik
b.      Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2.      Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.
Pasal 36, berbunyi :
1.      Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.
2.      Peringatan lisan atau tertulis sebagiaman dimaksud pada ayat 1 diberikan paling banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun". Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi : “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orag lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. “ Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga ratus juta rupiah “.
B.     Masalah Kesenjangan Antara Bidan Dan Pasien
Berikut adalah kasus yang terjadi  di Pinrang, Sulawesi Selatan. Pada hari Kamis, 10 Agustus 2006. Kasus tersebut bertema :
“ SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS “
Batu Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39 tahun tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40 tahun sangat sedih dan terpuruk..Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir dengan cara yang sangat memprihatinkan.
Terkait kronologi kejadian ini, pria berkumis tebal tersebut menjelaskan, istrinya Selasa sore mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda melahirkan, Muhaimin membawa istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia pulang untuk shalat. Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan melahirkan normal dan tidak punya firasat apa-apa.
Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai. Pasalnya, Nunuk masih terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius malam harinya.
Menurut Muhaimin, dia sangat sedih ketika melihat bayinya tanpa kepala dengan ceceran darah di leher. Dia merasa antara percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa melihat anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi itu sangat mungil dan cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. Muhaimin lalu mencium dan mengusap bayinya sambil menangis.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan senior yang sudah berusia 60 tahun. Dia sudah praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. Dan suami korban meminta kepada polisi agar segera mengusut kasus ini bahkan meminta agar izin praktek bidan tersebut dicabut dan di hukum seadil-adilnya.



C.    Pemecahan Masalah
Bagi keluarga korban yang akan melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan sebagai terdakwa yang telah melakukan ciminal malpractice, harusnya dapat membuktikan apakah perbuatan tenaga bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidana yakni :
1.      Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela. Berdasarkan  kasus di atas, bidan Linda Handayani hanya berniat untuk menolong, namun pada pertolongan kasus ini bukanlah kewenangan bidan, melainkan kewenangan dokter obgyn.
2.      Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan  kasus di atas masih kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur sengaja atau tidak sengaja. Jadi bidan tersebut hendaknya menjelaskan pada proses keadilan tentang hal sebenarnya. Selanjutnya apabila keluarga  menuduh bidan tersebut telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) pembuktianya dapat dilakukan dengan :
1.      Cara langsung  : Membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4D yakni : 
a.      Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian bidan Linda Handayani dengan pasien Nunuk Rahayu, bidan Linda Handayani haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi, sudah ada informed consent. Berdasarkan point – point  di atas penggugat harus mengkaji lebih lanjut untuk didapatkan bukti yang  jelas  apakah bidan Linda Handayani telah memenuhi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang bidan atau tidak.
b.      Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus diatas bidan Handayani telah memenuhi point ini, menolong persalinan sungsang bukanlah kewenangan dari bidan sehingga melalui point ini bidan Handayani dapat dipersalahkan/digunakan sebagai berkas tuntutan dari keluarga ke bidan Handayani.
c.       Direct Causation (penyebab langsung)
d.      Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga bidan. Berdasarkan teori ini yang dihubungkan dengan kasus maka, hasil negative dari kasus ini yang berupa putusnya leher bayi dan meninggalnya bayi tidak dapat digunakan langsung sebagai dasar menyalahkan bidan Handayani, perlu dilakukan pengkajian oleh penggugat mengenai hubungan langsung antara penyebab dan kerugian yang diderita oleh penggugat (keluarga ibu Nunuk) untuk didapatkan bukti yang jelas untuk pengajuan tuntutan.
2.      Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan bidan (doktrin res ipsa loquitur). Dalam kasus ini hasil layanan bidan adalah putusnya leher bayi dari ibu Nunuk.  Dalam hal ini dadapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria: fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga bidan tidak lalai, fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
Bagi bidan yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas tuduhan kepada bidan yang merupakan criminal malpractice adalah  :
1.      Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan. Dalam informal defence ini hendaknya bidan Handayani  menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, apakah itu merupakan kesengajaan, atau resiko medik atau hal-hal yang lain.
2.      Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Dalam informal defence ini hendaknya bidan Handayani menjelaskan, apakah hal ini merupakan pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani dapay membebaskan diri atau tidak dalam pengaruh paksaan sehingga bidan Handayani harus memperjelas apa yang terjadi sebenarnya sehingga layak untuk mendapat hukuman atau tidak.
3.      Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4.      Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5.      Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6.      Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7.      Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya
D.    PEMBAHASAN
Pelayanan yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar merupakan tingakat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal. Standard pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari system pelayanan kesehatan.
Seorang bidan atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi, memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang bidan yang memberikan pelayanan di bawah standar merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah merupakan suatu tindakan tenaga professional (profesi) yang bertentangan dengan standard, kode etik profesi, undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata, maka kasus diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh karena kurangnya pegetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran sehingga menyebabkan bidan  yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan masyarakat umum tentang etika kebidanan sangat terbatas sehingga kadang-kadang terjadi ada kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan sebelum ditangani Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis ( MP2EPM ). Namun bila pelanggaran etika tidak murni, dibahas dulu di Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan ( MDTK ) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis ( MP2EPM sebelum diteruskan kepada penyidik. Jadi awalnya penanganan kasus-kasus tersebut tidak perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada saat proses persalinan merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (bidan) sehingga menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang dialami oleh sang buah hatinya yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat ijin prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan khusus menangani yang sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
E.     Kritik dan Saran
1.      Kritik
Seperti yang kita dengar bahwa bidan tersebut yang menjadi tersangka boleh dikatakaan sudah sangat senior dan berpengalaman dalam memberikan pelayanan apalagi sudah bekerja begitu lama di lahan. Akan tetapi, walaupun demikian tidak memberikan jaminan bahwa bidan tersebut sudah kompoten. Karna walaupun sudah sangat berpengalaman namun tidak hati-hati dalam artian ceroboh dalam menangani pasien tentunya akan tetap dikenai yang namanya malpraktik atau dalam hal ini tidak bekerja sesuai standar kebidanan.
Karna harusnya bidan tersebut dari awal anamnesa sudah harus tahu komplikasi yang akan terjadi pada saat persalinan nantinya pada ibu dan bayi,  misalnya pada kasus ini mungkin saja ibunya mengalami panggul sempit sehingga bayinya tidak bisa lahir normal, oleh karena itu harus segera dirujuk atau ditangani lebih dini. Apalagi dalam kasus ini seperti yang kita lihat bayi mengalami distosia bahu. Dan sudah sangat jelas bahwa hal ini sudah bukan wewenang seorang bidan.
Hal ini sudah patologi dan dianggap malpraktik apabila bidan melakukan tindakan yang bukan wewenangnya. Sehingga, dalam kasus ini karena kecerobohan bidan menyebabkan keluarga pasien menuntut dalam hal ini terjadi ketidakpuasan dalam mutu pelayanan kebidanan dan tentunya melanggar kode etik kebidanan.
2.      Saran
-          Sebagai tenaga kesehatan tentunya sebelum kita terjun ke masyrakat kita harus membekali diri kita dengan pengetahuan dan keterampilan. Dan tidak berhenti untuk selalu mengupdate info-info terbaru tentang kebidanan. Dan terus mengembangkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
-          Dalam memberikan pelayanan kita harus bekerja sesuai dengan kode etik kebidanan dan standar asuhan kebidanan sehingga akan tercipta mutu dalam pelayanan.
-          Kita tidak boleh terlalu sombong dengan mengganggap diri sudah sangat kompoten karena hal demikian akan terkadang membuat kita terjatuh. Jadi intinya, kita tetap harus berhati-hati, tidak ceroboh dan berusaha untk terus melakukan yang terbaik
-          Terakhir, kita adalah seorang bidan, dimana bidan adalah yang paling dekat dengan perempuan. Oleh karena itu, kita harus bekerja dengan hati nurani penuh kasih sayang. Dan memberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien.
-          Dan jangan lupa unuk selalu melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan.







        BAB III
 PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan yang di berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
 Selain itu, perlu dipahami bahwa bidan tidak diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan menolong persalinan letak sungsang karena secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi seorang bidan tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan patologis. Bidan tidak mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan letak sungsang karena risiko yang ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman.
 Dalam kasus tertentu, pasien tidak memperoleh hak secara utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian / kesalahan diagnosis bidan sehingga pasien tidak bisa menentukan atau menolak pelayanaan apa yang sebaiknya diperolehnya. Seorang bidan apabila melakukan pertolongan persalinan letak sungsang akan memperoleh sangsi hukum sesuai Undang-Undang kesehatan yang dilanggar serta sangsi Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi Kebidanan.


B.     SARAN
§  Marilah kita jadikan kasus ini sebagai pelajaran bagi kita sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan karena profesi kita sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan nyawa mereka ada di tangan kita.
§  Dan ketika kita melakukan suatu tindakan sekecil apapun itu kita tetap harus mengikut standar profesi kita yang telah ditentukan. Karena memberikan pelayanan kesehatan kepada masyrakat akan menghasilkan mutu sesuai kebutuhan pasien dan melindung kita dari hal yang tidak diinginkan.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar